Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia pada hari
Jumat, tanggal
17 Agustus 1945 tahun Masehi, atau tanggal
17 Agustus 2605 menurut
tahun Jepang, yang dibacakan oleh
Ir. Soekarno dengan didampingi oleh
Drs. Mohammad Hatta bertempat di
Jalan Pegangsaan Timur 56 –
Jakarta Pusat.
Latar belakang
Pada tanggal
6 Agustus 1945 sebuah
bom atom dijatuhkan di atas kota
Hiroshima Jepang oleh
Amerika Serikat
yang mulai menurunkan moral semangat tentara Jepang di seluruh dunia.
Sehari kemudian Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia
BPUPKI, atau "Dokuritsu Junbi Cosakai", berganti nama menjadi PPKI (
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) atau disebut juga
Dokuritsu Junbi Inkai dalam bahasa Jepang, untuk lebih menegaskan keinginan dan tujuan mencapai kemerdekaan Indonesia. Pada tanggal
9 Agustus 1945, bom atom kedua dijatuhkan di atas
Nagasaki
sehingga menyebabkan Jepang menyerah kepada Amerika Serikat dan
sekutunya. Momen ini pun dimanfaatkan oleh Indonesia untuk
memproklamasikan kemerdekaannya.
Soekarno, Hatta selaku pimpinan
PPKI dan
Radjiman Wedyodiningrat sebagai mantan ketua
BPUPKI diterbangkan ke
Dalat, 250 km di sebelah timur laut
Saigon,
Vietnam untuk bertemu
Marsekal Terauchi.
Mereka dikabarkan bahwa pasukan Jepang sedang di ambang kekalahan dan
akan memberikan kemerdekaan kepada Indonesia. Sementara itu di
Indonesia, pada tanggal
10 Agustus 1945,
Sutan Syahrir
telah mendengar berita lewat radio bahwa Jepang telah menyerah kepada
Sekutu. Para pejuang bawah tanah bersiap-siap memproklamasikan
kemerdekaan RI, dan menolak bentuk kemerdekaan yang diberikan sebagai
hadiah Jepang.
Pada tanggal
12 Agustus 1945,
Jepang melalui
Marsekal Terauchi di
Dalat,
Vietnam, mengatakan kepada Soekarno, Hatta dan Radjiman bahwa
pemerintah Jepang akan segera memberikan kemerdekaan kepada Indonesia
dan proklamasi kemerdekaan dapat dilaksanakan dalam beberapa hari,
tergantung cara kerja PPKI.
[1] Meskipun demikian Jepang menginginkan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 24 Agustus.
Dua hari kemudian, saat Soekarno, Hatta dan Radjiman kembali ke tanah air dari Dalat,
Sutan Syahrir
mendesak agar Soekarno segera memproklamasikan kemerdekaan karena
menganggap hasil pertemuan di Dalat sebagai tipu muslihat Jepang, karena
Jepang setiap saat sudah harus menyerah kepada Sekutu dan demi
menghindari perpecahan dalam kubu nasionalis, antara yang anti dan pro
Jepang. Hatta menceritakan kepada Syahrir tentang hasil pertemuan di
Dalat. Soekarno belum yakin bahwa Jepang memang telah menyerah, dan
proklamasi kemerdekaan RI saat itu dapat menimbulkan pertumpahan darah
yang besar, dan dapat berakibat sangat fatal jika para pejuang Indonesia
belum siap. Soekarno mengingatkan Hatta bahwa Syahrir tidak berhak
memproklamasikan kemerdekaan karena itu adalah hak
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(PPKI). Sementara itu Syahrir menganggap PPKI adalah badan buatan
Jepang dan proklamasi kemerdekaan oleh PPKI hanya merupakan 'hadiah'
dari Jepang (sic).
Pada tanggal
14 Agustus 1945 Jepang menyerah kepada
Sekutu. Tentara dan
Angkatan Laut Jepang
masih berkuasa di Indonesia karena Jepang telah berjanji akan
mengembalikan kekuasaan di Indonesia ke tangan Sekutu. Sutan Sjahrir,
Wikana, Darwis, dan Chaerul Saleh mendengar kabar ini melalui radio
BBC.
Setelah mendengar desas-desus Jepang bakal bertekuk lutut, golongan
muda mendesak golongan tua untuk segera memproklamasikan kemerdekaan
Indonesia. Namun golongan tua tidak ingin terburu-buru. Mereka tidak
menginginkan terjadinya pertumpahan darah pada saat proklamasi.
Konsultasi pun dilakukan dalam bentuk rapat PPKI. Golongan muda tidak
menyetujui rapat itu, mengingat PPKI adalah sebuah badan yang dibentuk
oleh Jepang. Mereka menginginkan kemerdekaan atas usaha bangsa kita
sendiri, bukan pemberian Jepang.
Soekarno dan Hatta mendatangi penguasa militer Jepang (
Gunsei) untuk memperoleh konfirmasi di kantornya di
Koningsplein (Medan Merdeka). Tapi kantor tersebut kosong.
Soekarno dan Hatta bersama Soebardjo kemudian ke kantor
Bukanfu,
Laksamana Muda Maeda,
di Jalan Medan Merdeka Utara (Rumah Maeda di Jl Imam Bonjol 1). Maeda
menyambut kedatangan mereka dengan ucapan selamat atas keberhasilan
mereka di Dalat. Sambil menjawab ia belum menerima konfirmasi serta
masih menunggu instruksi dari Tokyo. Sepulang dari Maeda, Soekarno dan
Hatta segera mempersiapkan pertemuan Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (PPKI) pada pukul 10 pagi 16 Agustus keesokan harinya di
kantor Jalan Pejambon No 2 guna membicarakan segala sesuatu yang
berhubungan dengan persiapan Proklamasi Kemerdekaan.
Sehari kemudian, gejolak tekanan yang menghendaki pengambilalihan
kekuasaan oleh Indonesia makin memuncak dilancarkan para pemuda dari
beberapa golongan. Rapat PPKI pada 16 Agustus pukul 10 pagi tidak
dilaksanakan karena Soekarno dan Hatta tidak muncul. Peserta rapat tidak
tahu telah terjadi
peristiwa Rengasdengklok.
Peristiwa Rengasdengklok
Para pemuda pejuang, termasuk
Chaerul Saleh,
Sukarni, dan
Wikana --yang konon kabarnya terbakar gelora heroismenya setelah berdiskusi dengan
Ibrahim gelar Datuk Tan Malaka --yang tergabung dalam gerakan bawah tanah kehilangan kesabaran, dan pada dini hari tanggal
16 Agustus 1945. Bersama Shodanco Singgih, salah seorang anggota PETA, dan pemuda lain, mereka membawa Soekarno (bersama
Fatmawati dan
Guntur yang baru berusia 9 bulan) dan Hatta, ke Rengasdengklok, yang kemudian terkenal sebagai
peristiwa Rengasdengklok.
Tujuannya adalah agar Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta tidak
terpengaruh oleh Jepang. Di sini, mereka kembali meyakinkan Soekarno
bahwa Jepang telah menyerah dan para pejuang telah siap untuk melawan
Jepang, apa pun risikonya. Di Jakarta, golongan muda, Wikana, dan
golongan tua, yaitu
Mr. Ahmad Soebardjo
melakukan perundingan. Mr. Ahmad Soebardjo menyetujui untuk
memproklamasikan kemerdekaan Indonesia di Jakarta. maka diutuslah Yusuf
Kunto untuk mengantar Ahmad Soebardjo ke
Rengasdengklok.
Mereka menjemput Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta kembali ke Jakarta.
Mr. Ahmad Soebardjo berhasil meyakinkan para pemuda untuk tidak terburu -
buru memproklamasikan kemerdekaan. Setelah tiba di Jakarta, mereka
pulang kerumah masing-masing. Mengingat bahwa hotel Des Indes (sekarang
kompleks pertokoan di Harmoni) tidak dapat digunakan untuk pertemuan
setelah pukul 10 malam, maka tawaran Laksamana Muda Maeda untuk
menggunakan rumahnya (sekarang gedung museum perumusan teks proklamasi)
sebagai tempat rapat PPKI diterima oleh para tokoh Indonesia.
Pertemuan Soekarno/Hatta dengan Jenderal Mayor Nishimura dan Laksamana Muda Maeda
Malam harinya, Soekarno dan Hatta kembali ke Jakarta. Mayor Jenderal
Moichiro Yamamoto, Kepala Staf Tentara ke XVI (Angkatan Darat) yang menjadi Kepala pemerintahan militer Jepang (
Gunseikan) di
Hindia Belanda tidak mau menerima Sukarno-Hatta yang diantar oleh
Tadashi Maeda dan memerintahkan agar Mayor Jenderal
Otoshi Nishimura,
Kepala Departemen Urusan Umum pemerintahan militer Jepang, untuk
menerima kedatangan rombongan tersebut. Nishimura mengemukakan bahwa
sejak siang hari tanggal
16 Agustus 1945 telah diterima perintah dari
Tokyo bahwa Jepang harus menjaga
status quo,
tidak dapat memberi izin untuk mempersiapkan proklamasi Kemerdekaan
Indonesia sebagaimana telah dijanjikan oleh Marsekal Terauchi di
Dalat,
Vietnam.
Soekarno dan Hatta menyesali keputusan itu dan menyindir Nishimura
apakah itu sikap seorang perwira yang bersemangat Bushido, ingkar janji
agar dikasihani oleh Sekutu. Akhirnya Sukarno-Hatta meminta agar
Nishimura jangan menghalangi kerja PPKI, mungkin dengan cara pura-pura
tidak tau. Melihat perdebatan yang panas itu Maeda dengan diam-diam
meninggalkan ruangan karena diperingatkan oleh Nishimura agar Maeda
mematuhi perintah Tokio dan dia mengetahui sebagai perwira penghubung
Angkatan Laut (Kaigun) di daerah Angkatan Darat (Rikugun) dia tidak
punya wewenang memutuskan.
Setelah dari rumah Nishimura, Sukarno-Hatta menuju rumah
Laksamana Maeda (kini Jalan Imam Bonjol No.1) diiringi oleh Myoshi guna melakukan rapat untuk menyiapkan teks
Proklamasi.
Setelah menyapa Sukarno-Hatta yang ditinggalkan berdebat dengan
Nishimura, Maeda mengundurkan diri menuju kamar tidurnya. Penyusunan
teks Proklamasi dilakukan oleh Soekarno, M. Hatta, Achmad Soebardjo dan
disaksikan oleh
Soekarni,
B.M. Diah, Sudiro (Mbah) dan
Sayuti Melik.
Myoshi yang setengah mabuk duduk di kursi belakang mendengarkan
penyusunan teks tersebut tetapi kemudian ada kalimat dari Shigetada
Nishijima seolah-olah dia ikut mencampuri penyusunan teks proklamasi dan
menyarankan agar pemindahan kekuasaan itu hanya berarti kekuasaan
administratif. Tentang hal ini Bung Karno menegaskan bahwa pemindahan
kekuasaan itu berarti "transfer of power". Bung Hatta, Subardjo, B.M
Diah, Sukarni, Sudiro dan Sajuti Malik tidak ada yang membenarkan klaim
Nishijima tetapi di beberapa kalangan klaim Nishijima masih
didengungkan.
Setelah konsep selesai disepakati, Sajuti menyalin dan mengetik
naskah tersebut menggunakan mesin ketik yang diambil dari kantor
perwakilan AL Jerman, milik Mayor (Laut) Dr. Hermann Kandeler.
[2] Pada awalnya pembacaan proklamasi akan dilakukan di
Lapangan Ikada, namun berhubung alasan keamanan dipindahkan ke kediaman Soekarno,
Jalan Pegangsaan Timur 56[3] (sekarang Jl. Proklamasi no. 1).
Detik-detik Pembacaan Naskah Proklamasi
Perundingan antara golongan muda dan golongan tua dalam penyusunan
teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia berlangsung pukul 02.00 - 04.00
dini hari. Teks proklamasi ditulis di ruang makan di laksamana Tadashi
Maeda Jln Imam Bonjol No 1. Para penyusun teks proklamasi itu adalah Ir.
Soekarno, Drs. Moh. Hatta, dan Mr. Ahmad Soebarjo. Konsep teks
proklamasi ditulis oleh Ir. Soekarno sendiri. Di ruang depan, hadir B.M
Diah, Sayuti Melik, Sukarni, dan Soediro. Sukarni mengusulkan agar yang
menandatangani teks proklamasi itu adalah Ir. Soekarno dan Drs. Moh.
Hatta atas nama bangsa Indonesia. Teks Proklamasi Indonesia itu diketik
oleh Sayuti Melik. Pagi harinya, 17 Agustus 1945, di kediaman Soekarno,
Jalan Pegangsaan Timur 56 telah hadir antara lain
Soewirjo,
Wilopo,
Gafar Pringgodigdo,
Tabrani dan
Trimurti.
Acara dimulai pada pukul 10:00 dengan pembacaan proklamasi oleh
Soekarno dan disambung pidato singkat tanpa teks. Kemudian bendera Merah
Putih, yang telah dijahit oleh Ibu Fatmawati, dikibarkan, disusul
dengan sambutan oleh
Soewirjo, wakil walikota Jakarta saat itu dan
Moewardi, pimpinan
Barisan Pelopor.
Pada awalnya
Trimurti
diminta untuk menaikkan bendera namun ia menolak dengan alasan
pengerekan bendera sebaiknya dilakukan oleh seorang prajurit. Oleh sebab
itu ditunjuklah
Latief Hendraningrat, seorang prajurit
PETA, dibantu oleh
Soehoed untuk tugas tersebut. Seorang pemudi muncul dari belakang membawa nampan berisi bendera Merah Putih (
Sang Saka Merah Putih), yang dijahit oleh
Fatmawati beberapa hari sebelumnya. Setelah bendera berkibar, hadirin menyanyikan lagu
Indonesia Raya.
[4]. Sampai saat ini, bendera pusaka tersebut masih disimpan di Museum Tugu Monumen Nasional.
Setelah upacara selesai berlangsung, kurang lebih 100 orang anggota
Barisan Pelopor
yang dipimpin S.Brata datang terburu-buru karena mereka tidak
mengetahui perubahan tempat mendadak dari Ikada ke Pegangsaan. Mereka
menuntut Soekarno mengulang pembacaan Proklamasi, namun ditolak.
Akhirnya Hatta memberikan amanat singkat kepada mereka.
[5]
Pada tanggal 18 Agustus 1945, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(PPKI) mengambil keputusan, mengesahkan dan menetapkan Undang-Undang
Dasar (UUD) sebagai dasar negara Republik Indonesia, yang selanjutnya
dikenal sebagai
UUD 45.
Dengan demikian terbentuklah Pemerintahan Negara Kesatuan Indonesia
yang berbentuk Republik (NKRI) dengan kedaulatan di tangan rakyat yang
dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang akan
dibentuk kemudian.
Setelah itu Soekarno dan M.Hatta terpilih atas usul dari Oto
Iskandardinata dan persetujuan dari PPKI sebagai presiden dan wakil
presiden Republik Indonesia yang pertama. Presiden dan wakil presiden
akan dibantu oleh sebuah Komite Nasional.
Isi Teks Proklamasi
Naskah Proklamasi Klad
Teks naskah
Proklamasi Klad adalah asli merupakan tulisan tangan sendiri oleh
Ir. Soekarno sebagai pencatat, dan adalah merupakan hasil gubahan (karangan) oleh
Drs. Mohammad Hatta dan
Mr. Raden Achmad Soebardjo Djojoadisoerjo, yang isinya adalah sebagai berikut :
-
-
-
-
-
-
-
-
-
- Proklamasi
- Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia.
- Hal2 jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan
- dengan tjara seksama dan dalam tempoh jang sesingkat-singkatnja.
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
- Djakarta, 17 - 8 - '05
- Wakil2 bangsa Indonesia.
Naskah baru setelah mengalami perubahan
Teks naskah
Proklamasi yang telah mengalami perubahan, yang dikenal dengan sebutan naskah "
Proklamasi Otentik", adalah merupakan hasil ketikan oleh
Mohamad Ibnu Sayuti Melik (seorang tokoh pemuda yang ikut andil dalam persiapan
Proklamasi), yang isinya adalah sebagai berikut :
-
-
-
-
-
-
-
-
- P R O K L A M A S I
- Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia.
- Hal-hal jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan
- dengan tjara seksama dan dalam tempo jang sesingkat-singkatnja.
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
- Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen 05
- Atas nama bangsa Indonesia.
- Soekarno/Hatta.
(
Keterangan: Tahun pada kedua teks naskah
Proklamasi di atas (baik pada teks naskah
Proklamasi Klad maupun pada teks naskah
Proklamasi Otentik) tertulis angka "
tahun 05" yang merupakan kependekan dari angka "
tahun 2605", karena tahun penanggalan yang dipergunakan pada zaman pemerintah pendudukan militer
Jepang saat itu adalah sesuai dengan
tahun penanggalan yang berlaku di Jepang, yang kala itu adalah "
tahun 2605".)
Perbedaan teks naskah Proklamasi Klad dan Otentik
Di dalam teks naskah
Proklamasi Otentik sudah mengalami beberapa perubahan yaitu sebagai berikut :
- Kata "Proklamasi" diubah menjadi "P R O K L A M A S I",
- Kata "Hal2" diubah menjadi "Hal-hal",
- Kata "tempoh" diubah menjadi "tempo",
- Kata "Djakarta, 17 - 8 - '05" diubah menjadi "Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen 05",
- Kata "Wakil2 bangsa Indonesia" diubah menjadi "Atas nama bangsa Indonesia",
- Isi naskah Proklamasi Klad adalah asli merupakan tulisan tangan sendiri oleh Ir. Soekarno sebagai pencatat, dan adalah merupakan hasil gubahan (karangan) oleh Drs. Mohammad Hatta dan Mr. Raden Achmad Soebardjo Djojoadisoerjo. Sedangkan isi naskah Proklamasi Otentik adalah merupakan hasil ketikan oleh Mohamad Ibnu Sayuti Melik (seorang tokoh pemuda yang ikut andil dalam persiapan Proklamasi),
- Pada naskah Proklamasi Klad memang tidak ditandatangani, sedangkan pada naskah Proklamasi Otentik sudah ditandatangani oleh Ir. Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta.
Klip suara naskah yang dibacakan oleh Ir. Soekarno di studio RRI
Tempat Pembacaan teks naskah
Proklamasi Otentik oleh
Ir. Soekarno yang pertama kalinya adalah di
Jalan Pegangsaan Timur 56 –
Jakarta Pusat, tepat pada tanggal
17 Agustus 1945 (hari di mana diperingati sebagai "
Hari Kemerdekaan Republik Indonesia"), pukul 11.30 waktu
Nippon (sebutan untuk negara
Jepang pada saat itu). Waktu
Nippon adalah merupakan patokan zona waktu yang dipakai pada zaman pemerintah pendudukan militer
Jepang kala itu. Namun perlu diketahui pula bahwa pada saat teks naskah
Proklamasi itu dibacakan oleh
Bung Karno, waktu itu tidak ada yang merekam suara ataupun video, yang ada hanyalah dokumentasi foto-foto detik-detik
Proklamasi.
Jadi suara asli dari
Ir. Soekarno saat membacakan teks naskah
Proklamasi yang sering kita dengarkan saat ini adalah bukan merupakan suara yang direkam pada tanggal pada tanggal
17 Agustus 1945 tetapi adalah suara asli beliau yang direkam pada tahun
1951 di studio
Radio Republik Indonesia (
RRI), yang sekarang berlokasi di Jalan Medan Merdeka Barat 4-5 –
Jakarta Pusat. Dokumentasi berupa suara asli hasil rekaman atas pembacaan teks naskah
Proklamasi oleh
Bung Karno ini dapat terwujudkan adalah berkat prakarsa dari salah satu pendiri
RRI,
Jusuf Ronodipuro.
Berikut ini adalah klip hasil rekaman suara asli dari
Presiden Soekarno saat membacakan teks naskah
Proklamasi di studio
Radio Republik Indonesia (
RRI), pada tahun
1951:
Teks pidato proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia
- Saudara-saudara sekalian!
- Saya telah meminta Anda untuk hadir di sini untuk menyaksikan peristiwa dalam sejarah kami yang paling penting.
- Selama beberapa dekade kita, Rakyat Indonesia, telah berjuang untuk kebebasan negara kita-bahkan selama ratusan tahun!
- Ada gelombang dalam tindakan kita untuk memenangkan kemerdekaan yang
naik, dan ada yang jatuh, namun semangat kami masih ditetapkan dalam
arah cita-cita kami.
- Juga selama zaman Jepang usaha kita untuk mencapai kemerdekaan
nasional tidak pernah berhenti. Pada zaman Jepang itu hanya muncul bahwa
kita membungkuk pada mereka. Tetapi pada dasarnya, kita masih terus
membangun kekuatan kita sendiri, kita masih percaya pada kekuatan kita
sendiri.
- Kini telah hadir saat ketika benar-benar kita mengambil nasib
tindakan kita dan nasib negara kita ke tangan kita sendiri. Hanya suatu
bangsa cukup berani untuk mengambil nasib ke dalam tangannya sendiri
akan dapat berdiri dalam kekuatan.
- Oleh karena semalam kami telah musyawarah dengan tokoh-tokoh
Indonesia dari seluruh Indonesia. Bahwa pengumpulan deliberatif dengan
suara bulat berpendapat bahwa sekarang telah datang waktu untuk
mendeklarasikan kemerdekaan.
- Saudara-saudara:
- Bersama ini kami menyatakan solidaritas penentuan itu.
- Dengarkan Proklamasi kami :
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
- P R O K L A M A S I
- KAMI BANGSA INDONESIA DENGAN INI MENYATAKAN KEMERDEKAAN INDONESIA.
- HAL-HAL YANG MENGENAI PEMINDAHAN KEKUASAAN DAN LAIN-LAIN DISELENGGARAKAN
- DENGAN CARA SAKSAMA DAN DALAM TEMPO YANG SESINGKAT-SINGKATNYA.
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
- DJAKARTA, 17 AGUSTUS 1945
- ATAS NAMA BANGSA INDONESIA.
- SUKARNO-HATTA.
- Jadi, Saudara-saudara!
- Kita sekarang sudah bebas!
- Tidak ada lagi penjajahan yang mengikat negara kita dan bangsa kita!
- Mulai saat ini kita membangun negara kita. Sebuah negara bebas,
Negara Republik Indonesia-lamanya dan abadi independen. Semoga Tuhan
memberkati dan membuat aman kemerdekaan kita ini! [6]
Cara Penyebaran Teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
Wilayah Indonesia sangatlah luas. Komunikasi dan transportasi sekitar tahun
1945
masih sangat terbatas. Di samping itu, hambatan dan larangan untuk
menyebarkan berita proklamasi oleh pasukan Jepang di Indonesia,
merupakan sejumlah faktor yang menyebabkan berita proklamasi mengalami
keterlambatan di sejumlah daerah, terutama di luar
Jawa.
Namun dengan penuh tekad dan semangat berjuang, pada akhirnya peristiwa
proklamasi diketahui oleh segenap rakyat Indonesia. Lebih jelasnya
ikuti pembahasan di bawah ini. Penyebaran proklamasi kemerdekaan 17
Agustus 1945 di daerah
Jakarta
dapat dilakukan secara cepat dan segera menyebar secara luas. Pada hari
itu juga, teks proklamasi telah sampai di tangan Kepala Bagian Radio
dari Kantor Domei (sekarang Kantor Berita
ANTARA),
Waidan B. Palenewen. Ia menerima teks proklamasi dari seorang wartawan
Domei yang bernama Syahruddin. Kemudian ia memerintahkan F. Wuz (seorang
markonis), supaya berita proklamasi disiarkan tiga kali berturut-turut.
Baru dua kali F. Wuz melaksanakan tugasnya, masuklah orang Jepang ke
ruangan radio sambil marah-marah, sebab mengetahui berita proklamasi
telah tersiar ke luar melalui udara.
Meskipun orang Jepang tersebut memerintahkan penghentian siaran
berita proklamasi, tetapi Waidan Palenewen tetap meminta F. Wuz untuk
terus menyiarkan. Berita proklamasi kemerdekaan diulangi setiap setengah
jam sampai pukul 16.00 saat siaran berhenti. Akibat dari penyiaran
tersebut, pimpinan tentara Jepang di Jawa memerintahkan untuk meralat
berita dan menyatakan sebagai kekeliruan. Pada tanggal 20 Agustus 1945
pemancar tersebut disegel oleh Jepang dan para pegawainya dilarang
masuk. Sekalipun pemancar pada kantor Domei disegel, para pemuda bersama
Jusuf Ronodipuro (seorang pembaca berita di Radio Domei) ternyata
membuat pemancar baru dengan bantuan teknisi radio, di antaranya
Sukarman, Sutamto, Susilahardja, dan Suhandar. Mereka mendirikan
pemancar baru di Menteng 31, dengan kode panggilan DJK 1. Dari sinilah
selanjutnya berita proklamasi kemerdekaan disiarkan.
Usaha dan perjuangan para pemuda dalam penyebarluasan berita
proklamasi juga dilakukan melalui media pers dan surat selebaran. Hampir
seluruh harian di
Jawa
dalam penerbitannya tanggal 20 Agustus 1945 memuat berita proklamasi
kemerdekaan dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Harian
Suara Asia di Surabaya merupakan koran pertama yang memuat berita
proklamasi. Beberapa tokoh pemuda yang berjuang melalui media pers
antara lain B.M. Diah, Sayuti Melik, dan Sumanang. Proklamasi
kemerdekaan juga disebarluaskan kepada rakyat Indonesia melalui
pemasangan plakat, poster, maupun coretan pada dinding tembok dan
gerbong kereta api, misalnya dengan slogan
Respect Our Constitution, August 17!!! (
Hormatilah Konstitusi Kami, 17 Agustus!!!).
Melalui berbagai cara dan media tersebut, akhirnya berita Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia dapat tersebar luas di wilayah Indonesia dan di
luar negeri. Di samping melalui media massa, berita proklamasi juga
disebarkan secara langsung oleh para utusan daerah yang menghadiri
sidang PPKI. Berikut ini para utusan PPKI yang ikut menyebarkan berita
proklamasi :
Peringatan 17 Agustus 1945
Setiap tahun pada tanggal 17 Agustus, rakyat Indonesia merayakan Hari Proklamasi Kemerdekaan ini dengan meriah. Mulai dari
lomba panjat pinang,
lomba makan kerupuk, sampai upacara militer di
Istana Merdeka, seluruh bagian dari masyarakat ikut berpartisipasi dengan cara masing-masing.
Lomba-lomba tradisional
Perlombaan yang seringkali menghiasi dan meramaikan Hari Proklamasi
Kemerdekaan RI diadakan di kampung-kampung/ pedesaan diikuti oleh warga
setempat dan dikoordinir oleh pengurus kampung/ pemuda desa
Peringatan Detik-detik Proklamasi
Peringatan detik-detik Proklamasi di Istana Merdeka dipimpin oleh
Presiden RI selaku
Inspektur Upacara.
Peringatan ini biasanya disiarkan secara langsung oleh seluruh stasiun
televisi. Acara-acara pada pagi hari termasuk: penembakan meriam dan
sirene, pengibaran bendera
Sang Saka Merah Putih (Bendera Pusaka), pembacaan naskah Proklamasi, dll. Pada sore hari terdapat acara penurunan bendera Sang Saka Merah Putih.
Rujukan
Lihat pula
Pranala luar